Seorang ibu berprofesi peminta-minta yang berada di sudut lampu merah
itu menggendong anaknya yang masih kecil, berjalan mendekati seorang
pedagang makanan keliling. Dengan beberapa ratus rupiah sebuah bungkus
permen itu berpindah tangan, yang kemudian diberikannya kepada sang anak
di gendongan. Sang anak dengan wajah ceria menerima dan kemudian
memainkannya tanpa bermaksud memakannya, mungkin karena tidak tahu
bagaimana cara membukanya atau memang dia hanya memainkannya. Sang kakak
mendekatinya dan mencoba untuk meminta permen itu, tapi sang adik tak
memberikannya dan karena kakanya memaksa maka menangislah si kecil.
Sebuah potret nuansa kehidupan manusia di kota metropolitan, sebuah foto
yang jelas menggambarkan bagaimana beratnya mengarungi kehidupan ini.
Anak mungil yang tidak seharusnya berada tiap hari di jalanan yang penuh
dengan kotoran kimia itu tanpa dapat menolak harus menjalaninya, dia
harus bersahabat dengan semua kotoran, debu, motor, dan mobil serta
orang-orang yang lewat di lampu merah itu, dia, tanpa pernah mengerti
menghirup bulat-bulat semua hal yang di sajikan di depan hidungnya,
semua kotoran yang seharusnya di buang oleh kuda-kuda besi itu harus
dihirup dan dimasukkan ke paru-parunya yang kecil, harus dialirkan oleh
darahnya ke semua sudut bagian tubuh mungilnya. Sebuah cerita sedih yang
tak tau kapan akan berakhir.
Sang kakak yang masih berusia 6 tahunan, yang juga tidak seharusnya
menemaninya karena bukankah dia sudah cukup umur untuk masuk ke sebuah
sekolah ? untuk duduk di bangku kecil dan mendengarkan semua pelajaran
yang diberikan oleh sang guru ? bukankah dia sebaiknya bermain di sebuah
tanah lapang yang cukup asri daripada harus bermain di pinggiran
trotoar jalan ? bukankah dia layak untuk mendapatkan teman-teman yang
lebih baik untuk bermain daripada bermain dengan orang-orang yang
berumur jauh lebih tua darinya ?
Dan sang ibu, yang menjadi sumber dari segala sumber ini semua, apakah
patut disalahkan ? mungkinkah dia dapat meninggalkan kedua anaknya yang
masih kecil-kecil itu di rumah, jika mereka mempunyai rumah, sendiri
tanpa pengawasan ? mungkinkah dia akan berada di jalanan kalo dia
mempunyai suami yang bisa memberikan nafkah bagi keluarga kecil itu ?
mungkinkah dia akan "mengorbankan" masa depan anaknya dengan cara
seperti itu ? ataukah dia seorang ibu yang malas yang hanya memikirkan
jalan pintas untuk mendapatkan uang tanpa memikirkan nasib anak-anaknya ?
ataukah dia memang tidak tahu bahwa semua yang dia lakukan itu merusak
kehidupan masa depan anak-anaknya ? atau dia memang sudah putus asa
dengan semua kemiskinan yang selalu menemani sepanjang kehidupannya ?
Sebuah cerita kehidupan yang selalu berulang dan berulang, kapankah akan usai ?
Home »Unlabelled » Kisah Anak Jalanan
{ 0 comments... Skip ke Kotak Komentar }
Tambahkan Komentar Anda